Situs Blog Berita, Ya Blogger Berita Indonesia.

Rabu, 26 Februari 2020

Ilmuwan Klaim Manusia Purba di India Selamat dari 'Kiamat' Gunung Toba

Para ilmuwan menemukan peralatan batu yang berasal sekitar 80 ribu tahun lalu di situs Dhaba, India | National Geographic
Sekitar 74 ribu tahun yang lalu, sebuah gunung berapi di Sumatra, Indonesia, menggegerkan dunia. Erupsi Toba menjadi letusan vulkanik terbesar dalam 2 juta tahun terakhir. Abunya terbang hingga ribuan mil dan terbentuk kawah selebar 96,5 km yang kemudian berubah jadi danau.
Sejumlah ilmuwan meyakini bahwa letusan ini menyebabkan iklim dingin global, menggelapkan langit dengan abunya, dan menghasilkan periode deforestasi berkepanjangan di Asia Selatan. Namun, para ilmuwan menemukan teori bahwa Manusia Purba tetap mampu bertahan hidup di India Tengah.
Di situs penggalian Dhaba, negara bagian Madhya Pradesh, ditemukan peralatan kuno di lapisan sedimen yang berasal dari 80 ribu hingga 65 ribu tahun yang lalu. Menurut studi baru di Nature Communications, jenis alat ini sama dengan yang digunakan sebelum dan setelah letusan. Itu sebabnya peneliti menyimpulkan satu populasi selamat dari 'Kiamat' Toba.
"Teori besar di luar sana menyebutkan supererupsi Toba menciptakan musim dingin vulkanik yang menyebabkan glasiasi dan mereproduksi ekosistem. Dampaknya luar biasa pada atmosfer dan bentang daratan. Meski terjadi perubahan ekologi, para pemburu dan peramu ini mampu beradaptasi," terang Michael Petraglia, antropolog di Insitut Ilmu Sejarah Manusia Max Planck, dilansir dari National Geographic.
Para penulis penelitian ini yakin artefak dari India cocok dengan alat serupa yang sebelumnya ditemukan di Afrika, Australia, dan Semenanjung Arab yang berasal dari Zaman Batu Pertengahan, sekitar 285 ribu hingga 50 ribu tahun yang lalu. Karena kesamaan ini, tim tersebut menyimpulkan situs ini menawarkan lebih banyak bukti Homo Sapiens pindah dari Afrika lebih awal dari prediksi sebelumnya.
National Geographic
Studi baru ini pun memberi bukti lebih lanjut yang menyanggah teori populer bahwa letusan Toba menghancurkan populasi manusia dan menghentikan migrasi di seluruh dunia, menurut Jayne Wilkins, antropolog sekaligus anggota eksekutif Lembaga Penelitian Evolusi Manusia di Cape Town, Afrika Selatan.
"Data dari situs arkeologi baru seperti Dhaba menunjukkan kalau 74 ribu tahun lalu para pemburu dan peramu tangguh menghadapi peristiwa iklim besar, dibantu teknologi kompleks, jaringan sosial, dan adaptasi budaya yang canggih," komentarnya.
Namun, ada beberapa pakar yang meragukan penelitian ini, seperti Stanley Ambrose, antropolog di Universitas Illinois yang telah mempelajari teknologi alat, geologi, dan evolusi manusia sejak 1980an. Ia menunjukkan penulis hanya menemukan 6 pecahan kaca kecil yang cocok dengan jejak kimia letusan Toba. Padahal, ada jauh lebih banyak pecahan vulkanik yang ditemukan 8 ribu km jauhnya di Afrika Selatan. Pecahan di Dhaba, bahkan peralatannya, bisa saja terbawa ke lokasi oleh Sungai Son atau proses geologis lainnya.
Di sisi lain, Petraglia membantah pecahan abu tersebut menguatkan perhitungan tanggal lapisan sedimennya dan memberi bukti tambahan bahwa alat-alat batu tumpang tindih dengan letusan Toba. Namun, tim penelitian ini mengakui pecahan kaca itu bisa terbawa dari situs sekitarnya. Petraglia juga menambahkan populasi dari India ini tidak serta-merta berkontribusi pada populasi manusia modern. Pasalnya, mereka mungkin telah mati atau digantikan migrasi selanjutnya.
"Kita tidak membantah fakta bahwa ada penambahan manusia modern setelah 60 ribu tahun lalu. Yang kami perdebatkan adalah gagasan manusia modern hanya satu kali menyebar dari Afrika itu salah," ungkapnya.
Sumber: akurat.co
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Blog Archive