Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, sangat menyesalkan terjadinya kekerasan dilingkungan sekolah yang dialami GNS, seorang siswa sekolah dasar di Kawasan Bojonggede Bogor Jawa Barat.
GNS dijatuhi hukuman Push up sebanyak 100 kali oleh pihak sekolah karena tidak dapat melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
Menurut Retno Listyarti hukuman push up tersebut merupakan bentuk kekerasan pihak sekolah kepada peserta didiknya.Hal ini berpotensi kuat melanggar pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak karena dikategorikan kekerasan fisik dan psikis.
"Apalagi jika push up dilakukan berpuluh kali, tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan anak tersebut. Ini masuk kategori kekerasan fisik," kata Retno melalui keterangan tertulisnya yang diterima AKURAT.CO Selasa (29/1/2019).
Retno melajutkan hukum tersebut juga membuat korban semakin tertekan karena merasa direndahkan dan dipermalukan dilingkungan sekolah, lantaran banyak teman atau gurunya yang tahu bila orangtuanya belum bisa melunasi uang SPP.
"Hal ini merupakan bentuk kekerasn psikis. Jadi sepatutntya, jika ada anak yang belum bayar SPP, maka sekolah tidak berhak melakukan semua itu, anak harus tetap mendapatkan haknya atas pendidikan, seperti mengikuti pembelajaran, ujian," tandasnya.
Retno menegaskan anak sebagai peserta didik tak bisa dihukum hanya karena persoalan SPP.
Menyangkut pembayaran disekolah lanjut Retno, hal ini merupakan tugas orang tua jadi bila ada siswa yang belum bisa melunasi iurannya maka pihak sekolah seharusnya memanggil orang tua wali dari siswa yang bersangkutan bukan menghukumnya.
"Kalau orangtua belum melunasi SPP, maka itu bukan salah si anak, tetapi itu kewajiban orangtuanya. Yang harus dipanggil, ditegur dan disurati pihak sekolah adalah orangtuanya," paparnya.
Tak hanya itu, Retno mengatakan Sekolah dapat membantu mencari solusi bagi pemenuhan hak atas pendidikan terhadap para siswa yang orangtuanya kurang mampu secara ekonomi.
Jika ternyata orangtua siswa tersebut tidak bisa melunasi uang SPP beberapa bulan karena ketidakmampuannya, maka hal ini harus dibicarakan baik-baik.
"Sekolah juga bisa berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan setempat agar ada jalan keluar, misalnya membantu memindahkan sang anak ke sekolah negeri terdekat, karena sekolah negeri untuk SD gratis, berbeda dengan pihak sekolah swasta yang memang operasional sekolah sangat tergantung dengan uang bayaran siswanya sehingga berbiaya," pungkasnya.
Sebelumnya, seorang siswi sekolah dasar swasta dihukum push-up 100 kali karena belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan atau SPP.
Orangtua GNS tak punya biaya sehingga belum melunasi biaya pendidikan. Karena hukuman tersebut, GNS (10) trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolah.
"Lagi belajar tiba-tiba dipanggil kakak kelas, untuk menghadap kepala sekolah, enggak tahu kenapa," ucap GNS.[]