Foto by: cornellpolicyreview |
Protes berat dilakukan pemerintahan India atas laporan kebebasan beragama yang di rilis Amerika Serikat (AS) yang menyebut intoleransi beragama di India semakin menonjol di era pemerintahan sayap kanan.
Penolakan India itu membuka babak baru perselisihan antara India dan AS menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo ke New Delhi. Laporan tahunan kebebasan beragama internasional itu dirilis Pompeo pada Jumat (21/6) waktu AS.
“Kelompok Hindu menggunakan kekerasan, intimidasi, dan pelecehan terhadap Muslim dan kasta bawah Dalit pada 2017 utuk memaksa identitas nasional berdasar agama,” ungkap laporan AS itu, dilansir Al Jazeera.
Namun pemerintahan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi menegaskan tidak ada negara asing yang berhak mengkritik catatan kebebasan beragama. Pompeo dijadwalkan tiba di New Delhi pada Selasa (25/6) untuk kunjungan memperkuat hubungan.
Meski demikian, lawatan itu telah diperumit dengan berbagai konflik dalam masalah tarif perdagangan, aturan proteksi data, visa AS untuk warga India, dan pembelian senjata dari Rusia.
Laporan kebebasan beragama AS menyatakan berbagai kelompok yang mengklaim melindungi sapi yang dianggap suci oleh Hindu, telah menyerang Muslim dan Dalit. Umat Kristiani juga menjadi target sejak Modi berkuasa pada 2014.
“Meski statistik pemerintah India menunjukkan kekerasan komunal meningkat tajam dalam dua tahun terakhir, pemerintahan Modi tidak mengatasi masalah itu,” ungkap laporan tersebut.
Laporan itu berisi bab-bab berdasarkan negara, dikelompokkan dalam tingkatan. India dikategorikan dalam tingkat 2. Laporan itu menyoroti 12 persen penurunan kekerasan komunal dibandingkan tahun sebelumnya.
Revisi kontroversial Pendaftaran Kewarganegaraan Nasional di negara bagian Assam yang dihuni jutaan minoritas tanpa warga negara juga disebut dalam laporan.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) India menyangkal laporan itu.
“Tidak ada hak negara atau pemerintahan asing untuk menyebut kondisi hak warga kami yang dilindungi konstitusi. Indiabangga dengan mandat sekulernya, statusnya sebagai demokrasi terbesar dan masyarakat pluralistik dengan komitmen jangka panjang pada toleransi dan inklusi,” ungkap juru bicara Kemlu India Raveesh Kumar.
“Konstitusi India menjamin hak dasar bagi seluruh warga, termasuk komunitas minoritas,” papar Kumar.[[]
Sumber: akurat.co
0 komentar:
Posting Komentar