Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jabodetabek dan Banten, Muhammad Abdul Basit menyayangkan sikap Polda Metro Jaya yang tidak akan menerima surat pemberitahuan demonstrasi dari mahasiswa jelang pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
"Ya sangat di sayangkan,"kata Abdul saat dihubungi AKURAT.CO, Selasa (15/10/2019).
Abdul mengatakan, adanya pelarangan dalam unjuk rasa, BEM SI memandang sikap kepolisian kurang bijak. Menurutnya, penyampaian pendapat dijamin oleh konstitusi, maka ketika ada pelarangan tentu hal ini berbenturan dengan konstitusi yang ada.
"Ini perlu disadari,"tegasnya.
Selain itu, kata Abdul, BEM SI juga menilai aparat kepolisian terlalu reaktif dalam mengambil sikap tersebut. Padahal penyampaian pendapat tentu akan beragam.
"Jangan selalu digeneralisir bahwa akan selalu berakhir chaos dan mengganggu kestabilan bangsa,"singgungnya.
"Dengan adanya pelarangan ini, bukan tidak mungkin massa justru akan bertambah marah. Justru sikap melarang ini lah yang membuat kondisi tidak stabil,"imbuhnya.
Kemudian, ia menambahkan jika larang dalam aksi demonstrasi merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mengemukakan pendapat di muka umum dan kebebasan berekspresi.
"Tinggal bagi tugas aja! Kami aksi, yang mengamankan polisi, kan simpel?,"lantangnya.
Meski begitu, aliansi BEM SI tersebut tetap menghargai proses Demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. "Kami tak pernah ada niatan untuk menggagalkan pelantikan seperti yang dituduhkan!,"tandasnya.
Kemarin, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menegaskan tidak akan memproses surat pemberitahuan aksi unjuk rasa selama tanggal 15 hingga 20 Oktober 2019.
"Apabila ada yang sampaikan surat pemberitahuan tentang akan diadakan penyampaian aspirasi, kami tidak akan memberikan surat tanda penerimaan,"kata Irjen. Pol. Gatot Eddy Pramono konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/10/2019).
"Mulai besok sudah diberlakukan dari 15 sampai 20 Oktober 2019 mendatang,"imbuhnya.
"Ya sangat di sayangkan,"kata Abdul saat dihubungi AKURAT.CO, Selasa (15/10/2019).
Abdul mengatakan, adanya pelarangan dalam unjuk rasa, BEM SI memandang sikap kepolisian kurang bijak. Menurutnya, penyampaian pendapat dijamin oleh konstitusi, maka ketika ada pelarangan tentu hal ini berbenturan dengan konstitusi yang ada.
"Ini perlu disadari,"tegasnya.
Selain itu, kata Abdul, BEM SI juga menilai aparat kepolisian terlalu reaktif dalam mengambil sikap tersebut. Padahal penyampaian pendapat tentu akan beragam.
"Jangan selalu digeneralisir bahwa akan selalu berakhir chaos dan mengganggu kestabilan bangsa,"singgungnya.
"Dengan adanya pelarangan ini, bukan tidak mungkin massa justru akan bertambah marah. Justru sikap melarang ini lah yang membuat kondisi tidak stabil,"imbuhnya.
Kemudian, ia menambahkan jika larang dalam aksi demonstrasi merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mengemukakan pendapat di muka umum dan kebebasan berekspresi.
"Tinggal bagi tugas aja! Kami aksi, yang mengamankan polisi, kan simpel?,"lantangnya.
Meski begitu, aliansi BEM SI tersebut tetap menghargai proses Demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. "Kami tak pernah ada niatan untuk menggagalkan pelantikan seperti yang dituduhkan!,"tandasnya.
Kemarin, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menegaskan tidak akan memproses surat pemberitahuan aksi unjuk rasa selama tanggal 15 hingga 20 Oktober 2019.
"Apabila ada yang sampaikan surat pemberitahuan tentang akan diadakan penyampaian aspirasi, kami tidak akan memberikan surat tanda penerimaan,"kata Irjen. Pol. Gatot Eddy Pramono konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/10/2019).
"Mulai besok sudah diberlakukan dari 15 sampai 20 Oktober 2019 mendatang,"imbuhnya.
Tag: Mahasiswa, Demonstrasi, DPR, BEM SI, Muhammad Abdul Basit
Sumber: akurat.co
0 komentar:
Posting Komentar