Situs Blog Berita, Ya Blogger Berita Indonesia.

Selasa, 17 September 2019

Buat yang Protes Film The Santri, Nadirsyah: Hidup Mereka Hampa, Tidak Bisa Hargai Karya Seni

Nadirsyah Hosen di Taipei | TWITTER Nadirsyah Hosen
Tokoh Nadlatul Ulama yang juga dosen di Fakultas Hukum Monash University Australia Nadirsyah Hosen balik mengkritik kalangan yang memprotes  film The Santri.
Menurut Nadirsyah melalui akun Twitter @na_dirs, mereka yang tidak punya jiwa seni dan imajinasi hanya hidup di dunia halusinasi.
Mereka, kata dia, ingin semuanya ideal. Tetapi, mereka lupa dengan realitas. Tradisi Islam, kata nadirsyah, sebenarnya kaya dengan syair, roman, qasidah, dan kisah yang humanis dan realistis. Maka film The Santri, katanya, juga harus diletakkan dalam perspektif itu.
"Kisah seribu satu malam, misalnya, sangat melegenda. Laila Majnun juga demikian. Isinya romantisme. Di tanah air, Buya Hamka mengarang kisah roman “Di bawah lindungan ka’bah” dan lain-lain. Kreatif, imajinatif dan keluar dari dunia “ideal” menuju realita keseharian. Nikmati tanpa menghakimi," kata Nadirsyah.
Menurut Nadirsyah kalau ada yang protes kenapa film The Santri menggambarkan kondisi yang realistis relasi dengan lawan jenis dan dengan pemeluk agama lain, ini namanya karya seni.
"Gak usah dihajar pakai ayat dan hadits, serta kondisi “ideal” santri yang seolah gak realistis itu," katanya.
"Para santri tahu kok gimana kondisi mereka sehari-hari. Ada yang ideal ngaji melulu, tapi banyak juga yang punya kisah kasih asmara tak tersampaikan. Halah!" Nadirsyah menambahkan.
Gus Dur, kata Nadirsyah, yang pernah jadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan menikmati musik klasik. Gus Mus yang budayawan menulis puisi romantis-spiritual, Gus Muwafiq yang main gitar, Wali Songo yang dakwah lewat wayang. Semuanya, kata Nadirsyah, berjiwa seni dan punya imajinasi kreatif
"Sayangnya buat sebagian orang, dunia ini hanya hitam-putih; haram-halal; sah-batal; sunnah-bid’ah; kafir-muslim, dan seterusnya. Mereka seolah tidak menyisakan ruang keindahan di tengah-tengah hati dan pikirannya.  Film, puisi, novel, karikatur... itu karya seni. Nilailah dengan jiwa seni anda," kata Nadirsyah.
"Jangankan soal film yg gak ada di jaman Nabi itu. Gubahan kalimat shalawat yang indah berasal dari gabungan kecintaan kepada Nabi dan jiwa seni, pun dianggap sesat oleh sebagian kalangan. Apalagi drama Korea," Nadirsyah menambahkan.
Menurut dia hidup mereka hampa. Tidak bisa menghargai karya seni. Lebih dari itu, pandangan mereka tidak bisa melihatNya di antara ayat-ayat alam semesta ini. Jangankan melihat ayatNya pada karya seni, mereka tidak akan bisa melihat ayatNya pada binatang yang mereka anggap najis, demikian dikatakan Nadirsyah.
"Masalahnya bukan hanya pada pemahaman keislaman mereka, tapi juga cara mereka memandang “dunia di luar diri mereka.” Padahal hidup saya, anda dan kita semua adalah karya seni Sang Pencipta Yang Maha Agung. Shallu ‘alan Nabi," katanya. []
Tag: Monash University Australia, Nadirsyah Hosen, The Santri, Film
Sumber: akurat.co
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Blog Archive