![]() |
Elizabeth Schneider sembuh dari COVID-19 dengan berdiam diri di rumah | AFP
|
Cepatnya penyebaran Virus Corona tentu menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Di Indonesia sudah ada 117 orang terjangkit hingga Senin (16/3) pagi sejak diumumkannya kasus pertama pada 2 Maret lalu.
Namun, tingkat kesembuhan COVID-19 sebenarnya terbilang tinggi. WHO memperkirakan pada 3 Maret tingkat kematian akibat virus ini hanya sebesar 3,4 persen. Sementara itu, dari data Worldometers pada Senin (16/3), sebanyak 92 persen pasien berhasil sembuh dari seluruh kasus COVID-19 yang telah tuntas.
Salah satu penyintas COVID-19 adalah Elizabeth Schneider yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Ia tinggal di Seattle, kota terbesar di negara bagian Washington dengan tingkat kematian Virus Corona tertinggi di AS.
Schneider pertama kali merasakan gejala mirip flu pada 25 Februari. Tiga hari sebelumnya, ia menghadiri pesta yang kemudian ditemukan setidaknya 5 orang lainnya juga terjangkit.
"Saya bangun dan merasa lelah. Namun, rasanya wajar saja karena saya sangat sibuk di akhir pekan sebelumnya lalu harus kembali kerja," kisahnya, dilansir dari AFP.
Salah satu penyintas COVID-19 adalah Elizabeth Schneider yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Ia tinggal di Seattle, kota terbesar di negara bagian Washington dengan tingkat kematian Virus Corona tertinggi di AS.
Schneider pertama kali merasakan gejala mirip flu pada 25 Februari. Tiga hari sebelumnya, ia menghadiri pesta yang kemudian ditemukan setidaknya 5 orang lainnya juga terjangkit.
"Saya bangun dan merasa lelah. Namun, rasanya wajar saja karena saya sangat sibuk di akhir pekan sebelumnya lalu harus kembali kerja," kisahnya, dilansir dari AFP.
Namun, pada tengah hari, ia merasa tambah pusing. Badannya pun demam dan merasakan nyeri. Wanita 37 tahun ini memutuskan cuti dari kantornya dan pulang.
Setelah bangun dari tidur siangnya, suhu badannya sangat tinggi, bahkan mencapai 39,4 derajat Celsius di malam harinya.
"Saat itu, saya luar biasa menggigil. Saya merasa kedinginan dan kesemutan, jadi saya sedikit khawatir," sambungnya.
Ia pun mengobatinya dengan obat flu dari apotek dan meminta temannya menemaninya, kalau-kalau ia butuh dilarikan ke ruang gawat darurat. Namun, demamnya mulai turun beberapa hari kemudian.
Schneider sebenarnya juga mengikuti berita tentang Virus Corona. Namun, ia tak merasakan gejala paling umum, seperti batuk atau sesak napas.
"Jadi, saya kira saya tak tertular Virus Corona," tambahnya.
Wanita yang bekerja di perusahaan bioteknologi ini pun hanya mendapat suntikan flu. Dokter yang memeriksanya juga menyuruhnya pulang, istirahat, dan banyak minum.
Setelah bangun dari tidur siangnya, suhu badannya sangat tinggi, bahkan mencapai 39,4 derajat Celsius di malam harinya.
"Saat itu, saya luar biasa menggigil. Saya merasa kedinginan dan kesemutan, jadi saya sedikit khawatir," sambungnya.
Ia pun mengobatinya dengan obat flu dari apotek dan meminta temannya menemaninya, kalau-kalau ia butuh dilarikan ke ruang gawat darurat. Namun, demamnya mulai turun beberapa hari kemudian.
Schneider sebenarnya juga mengikuti berita tentang Virus Corona. Namun, ia tak merasakan gejala paling umum, seperti batuk atau sesak napas.
"Jadi, saya kira saya tak tertular Virus Corona," tambahnya.
Wanita yang bekerja di perusahaan bioteknologi ini pun hanya mendapat suntikan flu. Dokter yang memeriksanya juga menyuruhnya pulang, istirahat, dan banyak minum.

Namun, beberapa hari kemudian, dari lini masa Facebooknya ia mengetahui beberapa orang di pesta yang dihadirinya mengalami gejala yang sama. Schneider pun merasa curiga. Beberapa dari mereka memeriksakan diri ke dokter, tetapi ditemukan negatif untuk flu. Namun, mereka tidak ditawari tes Virus Corona karena tidak batuk atau sesak napas.
Tahu bakal ditolak untuk tes, Schneider pun mendaftar program penelitian 'Seattle Flu Study'. Tim tersebut kemudian mengiriminya alat seka hidung. Schneider lalu mengirim sampelnya dan menunggu beberapa hari.
Tahu bakal ditolak untuk tes, Schneider pun mendaftar program penelitian 'Seattle Flu Study'. Tim tersebut kemudian mengiriminya alat seka hidung. Schneider lalu mengirim sampelnya dan menunggu beberapa hari.
"Saya akhirnya ditelepon pada 7 Maret dan diberi tahu positif COVID-19. Saya agak terkejut karena saya kira itu lumayan keren. Saya mungkin tak akan merasa seperti itu kalau sakitnya parah. Namun, dari perspektif keingintahuan ilmiah, menurut saya itu sangat menarik. Akhirnya, saya mendapat konfirmasi itulah yang menjangkiti saya," tuturnya.
Pada saat itu, gejalanya sudah mereda. Schneider pun diimbau otoritas kesehatan setempat agar tetap di rumah setidaknya selama 7 hari setelah timbul gejala atau 72 jam setelah gejala mereda.
Setelah seminggu, ia merasa lebih baik dan sudah mulai keluar. Namun, ia masih menghindari pertemuan besar dan terus bekerja dari rumah.
Schneider berharap kasusnya mampu menghilangkan kekhawatiran masyarakat.
"Yang penting jangan panik. Kalau Anda merasa terjangkit, mungkin memang benar. Anda harus dites. Kalau gejala Anda tidak mengancam jiwa, berdiam saja di rumah, berobat dengan obat bebas, minum banyak air, dan banyak beristirahat," pesannya.
Sumber: akurat.co
0 komentar:
Posting Komentar