Josh Hawley | KUTV
|
Senator Republik dari Missouri, Josh Hawley dilaporkan telah mengusulkan undang-undang yang melarang pegawai pemerintah federal untuk menggunakan aplikasi TikTok pada smartphone atau perangkat yang disediakan oleh pemerintah.
Dalam argumennya, Hawley mengklaim bahwa undang-undang tersebut adalah sebuah upaya penting untuk melindungi keamanan data warga Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah langkah penting untuk melindungi keamanan Amerika Serikat dan keamanan data setiap warga Amerika," ujar Hawley selama sidang Senat tentang kemitraan teknologi besar dengan China.
Seperti dilansir oleh KUTV pada Kamis (5/3), aplikasi berbagi video buatan China ini memang telah berada di antara aplikasi paling populer pada 2019. Pun, di AS sendiri, TikTok dilaporkan telah diunduh lebih dari 123 juta kali.
Karena 'terobosan gemilang' TikTok tersebut, para pakar keamanan nasional AS pun dibuat khawatir terutama karena aplikasi ini berhubungan erat dengan pemerintahan China.
Tidak hanya itu, TikTok yang dimiliki oleh perusahaan berbasis di Beijing, ByteDance, juga dituduh telah berbagi data pengguna dengan pemerintahan China.
Bahkan, baru-baru ini, tuntutan hukum dan tindakan regulasi AS resmi menyatakan bahwa TikTok bersalah karena telah memanen sejumlah besar data pribadi pengguna dan mengirimkannya ke Beijing. Karena kasus ini, Komisi Perdagangan Federal AS mendenda TikTok karena mengumpulkan data secara ilegal, terutama dari pengguna yang sebagian besar diunduh oleh anak-anak.
Meski baru diusulkan oleh Hawley pada Rabu (4/3), tetapi pelarangan penggunaan TikTok untuk karyawan sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa agen pemerintahan AS selama beberapa bulan terakhir ini. Pada Desember 2019, Pentagon bahkan sempat mengeluarkan memo yang mendesak para anggotanya untuk menghapus TikTok dari smartphone atau perangkat apa pun yang dikeluarkan pemerintah.
Dalam argumennya, Hawley mengklaim bahwa undang-undang tersebut adalah sebuah upaya penting untuk melindungi keamanan data warga Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah langkah penting untuk melindungi keamanan Amerika Serikat dan keamanan data setiap warga Amerika," ujar Hawley selama sidang Senat tentang kemitraan teknologi besar dengan China.
Seperti dilansir oleh KUTV pada Kamis (5/3), aplikasi berbagi video buatan China ini memang telah berada di antara aplikasi paling populer pada 2019. Pun, di AS sendiri, TikTok dilaporkan telah diunduh lebih dari 123 juta kali.
Karena 'terobosan gemilang' TikTok tersebut, para pakar keamanan nasional AS pun dibuat khawatir terutama karena aplikasi ini berhubungan erat dengan pemerintahan China.
Tidak hanya itu, TikTok yang dimiliki oleh perusahaan berbasis di Beijing, ByteDance, juga dituduh telah berbagi data pengguna dengan pemerintahan China.
Bahkan, baru-baru ini, tuntutan hukum dan tindakan regulasi AS resmi menyatakan bahwa TikTok bersalah karena telah memanen sejumlah besar data pribadi pengguna dan mengirimkannya ke Beijing. Karena kasus ini, Komisi Perdagangan Federal AS mendenda TikTok karena mengumpulkan data secara ilegal, terutama dari pengguna yang sebagian besar diunduh oleh anak-anak.
Meski baru diusulkan oleh Hawley pada Rabu (4/3), tetapi pelarangan penggunaan TikTok untuk karyawan sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa agen pemerintahan AS selama beberapa bulan terakhir ini. Pada Desember 2019, Pentagon bahkan sempat mengeluarkan memo yang mendesak para anggotanya untuk menghapus TikTok dari smartphone atau perangkat apa pun yang dikeluarkan pemerintah.
Langkah Pentagon tersebut kemudian diikuti oleh beberapa cabang militer yang juga mendesak para anggota militernya untuk menghapus TikTok dari perangkat pribadi mereka. Alasannya pun tidak lain adalah karena adanya kekhawatiran bahwa informasi pribadi mereka akan dikumpulkan oleh "aktor yang tidak diinginkan".
Selain itu, Departemen Luar Negeri, Departemen Keamanan Dalam Negeri, dan Administrasi Keamanan Transportasi juga telah melarang para karyawannya menggunakan TikTok pada perangkat pemerintah.
Isu ketertarikan khusus China pada data pribadi penduduk AS memang bisa dinilai belum jelas, tetapi para pejabat setempat khawatir tentang adanya upaya berulang-ulang untuk mengumpulkan informasi pribadi warga. Bulan lalu misalnya, Departemen Kehakiman dilaporkan telah mendakwa empat peretas militer China atas dakwaan pelanggaran data dari agensi pelaporan kredit konsumen, Equifax tahun 2017. Karena kasus ini, Equifax pun mengklaim adanya pelanggaran data yang mengekspos informasi pribadi hingga 147 juta warga AS.
Sementara, dalam keterangannya, Hawley menjelaskan bahwa pengguna AS pada umumnya tidak mengetahui berapa banyak informasi pribadi yang bisa berpotensi untuk dibagikan kepada pemerintah Beijing. Pasalnya, menurut Hawley, aplikasi TikTok tidak hanya mampu mengumpulkan gambar serta video yang dibagikan pengguna, tetapi juga informasi tentang aplikasi lain yang ada pada perangkat.
Tidak hanya itu, aplikasi ini juga diketahui bisa melacak riwayat pencarian pengguna, situs yang telah mereka kunjungi, penekanan tombol, hingga data lokasi.
Senada dengan Hawley, larangan pengunduhan TikTok ini pun didukung mutlak oleh Asisten Direktur Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk Keamanan Siber, Bryan Ware. Dalam keterangannya, Ware juga mengklaim bahwa TikTok memang bisa mengancam keamanan pemerintah AS.
"Pengumpulan informasi yang dapat diidentifikasi secara pribadi menimbulkan banyak risiko serta keuntungan bagi musuh. Tentu saja tidak ada tempat untuk aplikasi seperti TikTok di perangkat serta jaringan pemerintah," ujar Ware.
Selain itu, Departemen Luar Negeri, Departemen Keamanan Dalam Negeri, dan Administrasi Keamanan Transportasi juga telah melarang para karyawannya menggunakan TikTok pada perangkat pemerintah.
Isu ketertarikan khusus China pada data pribadi penduduk AS memang bisa dinilai belum jelas, tetapi para pejabat setempat khawatir tentang adanya upaya berulang-ulang untuk mengumpulkan informasi pribadi warga. Bulan lalu misalnya, Departemen Kehakiman dilaporkan telah mendakwa empat peretas militer China atas dakwaan pelanggaran data dari agensi pelaporan kredit konsumen, Equifax tahun 2017. Karena kasus ini, Equifax pun mengklaim adanya pelanggaran data yang mengekspos informasi pribadi hingga 147 juta warga AS.
Sementara, dalam keterangannya, Hawley menjelaskan bahwa pengguna AS pada umumnya tidak mengetahui berapa banyak informasi pribadi yang bisa berpotensi untuk dibagikan kepada pemerintah Beijing. Pasalnya, menurut Hawley, aplikasi TikTok tidak hanya mampu mengumpulkan gambar serta video yang dibagikan pengguna, tetapi juga informasi tentang aplikasi lain yang ada pada perangkat.
Tidak hanya itu, aplikasi ini juga diketahui bisa melacak riwayat pencarian pengguna, situs yang telah mereka kunjungi, penekanan tombol, hingga data lokasi.
Senada dengan Hawley, larangan pengunduhan TikTok ini pun didukung mutlak oleh Asisten Direktur Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk Keamanan Siber, Bryan Ware. Dalam keterangannya, Ware juga mengklaim bahwa TikTok memang bisa mengancam keamanan pemerintah AS.
"Pengumpulan informasi yang dapat diidentifikasi secara pribadi menimbulkan banyak risiko serta keuntungan bagi musuh. Tentu saja tidak ada tempat untuk aplikasi seperti TikTok di perangkat serta jaringan pemerintah," ujar Ware.
Tag: TikTok, Beijing, ByteDance, Missouri, Josh Hawley
Sumber: akurat.co
0 komentar:
Posting Komentar